Rabu, 10 Desember 2014

Mengenal Jeruk Garut


Jeruk Garut
Citrus nobilis Lour 
Nama umum Indonesia: Jeruk Garut, jeruk siam
Inggris: King orange, tangerine orange
Pilipina: Dalanghita
Cina: Gan, chen pi


Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Sapindales
Famili: Rutaceae (suku jeruk-jerukan)
Genus: Citrus
Spesies: Citrus nobilis Lour

Jeruk Garut

Citra Kabupaten Garut sebagai sentra Produksi Jeruk di Jawa Barat khususnya dan nasional pada umumnya, diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 760/KPTS.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999 tentang Jeruk Garut yang telah ditetapkan sebagai Jeruk Varietas Unggul Nasional dengan nama Jeruk Keprok Garut I. Penetapan tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa Jeruk Garut merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan nasional yang perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan kualitas maupun kuantitas produksinya.

Sudah sejak lama, jeruk Garut telah popular dan menjadi trademark Kabupaten Garut. Oleh karena itu, sesuai dengan Perda No. 9 Tahun 1981, jeruk garut telah dijadikan sebagai komponen penyusun lambang daerah Kabupaten Garut. Selain sebagai buah ciri khas Kabupaten Garut, jeruk merupakan komoditas sub-sektor pertanian tanaman pangan yang mempunyai prospek cukup cerah dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi. 

Sebagai komoditas unggulan khas daerah, Jeruk Garut mempunyai peluang tinggi untuk terus dikembangkan karena keunggulan komparatif dan kompetitifnya serta adanya peluang yang masih terbuka luas. Dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya, Jeruk Garut akan mampu bersaing dengan produk sejenis baik pada tingkat l nasional seperti halnya Jeruk Medan, Jeruk Pontianak serta jeruk impor seperti Jeruk Mandarin dan Jeruk New Zealand. 

Investasi pada komoditas ini cukup prospektif dan dapat memberikan nilai tambah ekonomis yang cukup tinggi baik bagi para petani maupun investornya. Dari studi kelayakan yang dilakukan pada tahun 1997 menunjukkan, untuk tanaman jeruk seluas 1 Ha (sekitar 500 pohon) akan memberikan gambaran keuntungan riil pada tahun ke-4 sebesar Rp 39.966.000,00

Sebagai daerah sentra produksi jeruk, Pemerintah Kabupaten Garut yang didukung oleh pihak-pihak terkait terus berusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya. Saat ini belum ada sumber yang melaporkan kapasitas jeruk garut secara spesifik. Menurut petani jeruk yang dihubungi pihak garut.go.id, pada masa jayanya, daerah penghasil Jeruk Garut terbaik adalah daerah Cigadog, Wanaraja yang kini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Sucinaraja. Sumber tersebut mengakui kejayaan Jeruk Garut musnah ketika daerahnya diselimuti abu hasil letusan Gunung Galunggung yang ketebalannya mencapai 1 meter lebih. 

Saat ini, komoditas jeruk garut umumnya terselip di antara tanaman jeruk siam/keprok yang tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Garut. Kecamatan Pasir Wangi dan Samarang merupakan salah satu Kecamatan prioritas pemulihan Jeruk Garut. Adapun ilustrasi kapasitas produksi jeruk keprok/siam di Kabupaten Garut adalah sebagai berikut: 

Tahun Tanaman Menghasilkan Produksi Hasil per Pohon 
(pohon) (kw) (kg) 
2005 176.694 8.736 17,36
2006 384.599 8.119 46,9
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan 


Perlu diakui bahwa kejayaan Jeruk Garut dulu tidak bisa dirasakan seutuhnya kini. Sebagai gambaran kejayaannya, pada akhir tahun 1987 populasi jeruk masih tercatat 1,3 juta pohon yang tersebar di lahan seluas kurang lebih 2.600 hektar dengan jumlah produksi yang dihasilkan kurang lebih 26.000 ton/tahun. Namun, dalam kurun waktu 5 tahun kemudian, populasinya menurun drastis. Pada akhir tahun 1992 tinggal sekira 52.000 pohon. Sehingga tidaklah mengherankan kalau saat ini, kita tidak melihat deretan penjual jeruk Garut di sepanjang jalan Bandung - Garut, atau kita tidak akan menemukan pedagang asongan di dalam bis yang menjajakan jeruk Garut asli..

Menurunnya populasi jeruk Garut secara extrim lebih diutamakan karena serangan penyakit citrus vein phloem degeneration (CVPD) yang bersumber dari sebuah bakteri (bukan virus) bernama lybers bacteri aniaticum. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti Jepang, Prancis, dan LIPI diketahui bahwa bakteri yang menggerogoti tanaman jeruk tidak menular lewat tanah ataupun biji yang diambil dari tanaman jeruk yang terserang penyakit, tetapi ditularkan melalui serangga sejenis kutu loncat jeruk (diaphorina citry). Kutu loncat jeruk menularkan penyakit dengan cara mengisap cairan daun berpenyakit, kemudian mengisap daun jeruk yang sehat. Sekarang tinggal bagaimana memberantas serangga penular secara efektif agar penyakit ini tidak menyebar luas.

Terungkapnya sumber penyakit ini, membuat Pemkab Garut melangkah pasti dalam melakukan upaya rehabilitasi jeruk Garut yang salahsatunya melakukan upaya pengembangan produksi di lokasi nonendemis.. Upaya dari Pemkab Garut dan para petani itu perlahan tetapi pasti sudah mulai menampakkan hasil. Kini, telah ditanam kembali lebih dari 400.000 pohon jeruk atau sekira 40% dari target di atas lahan seluas 1.000 ha yang tersebar di Kecamatan Samarang, Pasirwangi, Bayongbong, Cisurupan, Cilawu, Karangpawitan, Pameungpeuk, Cikelet, Cisompet, dan Cibalong. Semoga upaya ini akan mengembalikan kembali produktivitas Jeruk Garut sebagai salah satu identitas Kabupaten Garut. 

Sumber : 
Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut
BPS Kabupaten Garut
HU Priangan

Konsumen Kesulitan Mencari Jeruk Garut

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut terus berupaya mengembangkan penanaman jeruk garut agar tidak punah. Pemkab bahkan sudah memasang target besar, tahun 2011, jeruk garut yang tertanam mencapai 1 juta pohon.

“Untuk pelestarian dan pengembangannya, kami sudah bekerja sama dengan Dinas Pertanian Provinsi Jabar dan Pemerintah Pusat. Kami berupaya terus melakukan penelitian dan pengkajian untuk mendapatkan bibit yang sehat dan berkualitas,” kata Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Kab. Garut, Ir. Miftahul Rachmat, M.Si, Minggu (3/6).

Menurut Miftahul, salah satu kendala utama dalam pengembangan jeruk garut yaitu masih kurangnya ketersediaan benih mata tempel jeruk garut yang unggul, sehat, dan berkualitas.

Akibat adanya kendala tadi, kata dia, populasi jeruk garut saat ini baru ada 170.000 pohon dengan produksi jeruk mencapai 48-50 kg per pohon per tahun. “Karena stoknya masih sedikit, pemasarannya pun masih terbatas. Tidak heran jika konsumen kesulitan memeroleh jeruk garut karena umumnya sudah habis dipesan oleh swalayan-swalayan,” ujarnya.

Miftahul mengatakan, dalam upaya pengembangan jeruk garut tersebut, sejak tahun 2006, Garut mendapatkan bantuan dana dari APBN Rp 700 juta untuk program pengembangan jeruk garut di sembilan kecamatan berdataran tinggi. Sembilan kecamatan tersebut yakni Kec. Cisurupan, Bayongbong, Samarang, Pasirwangi, Karangpawitan, Wanaraja, Sukawening, Cilawu, dan Leles.

Di lain pihak, Irjen Hortikultura Departemen Pertanian Dr. Ir. Ahmad Damyati, M.Si. mengatakan, Pemerintah Pusat mendukung penuh sistem penyediaan benih jeruk garut serta membangun kelembagaan petani dan pemasaran melalui Pemprov Jabar dan Pemkab Garut.

“Yang utama adalah membangun sistem perbenihan harus yang sehat, genetiknya sama, kualitas dijamin sehingga bisa tumbuh bagus” ujarnya.

 Program Sejuta Pohon Jeruk Garut untuk Melawan Jeruk Impor

Program penanaman satu juta pohon di Kabupaten Garut yang mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pertanian pada tahun 2013 diperkirakan akan panen, ungkap Sri Widjayanti, Direktur Perbenihan Hortikultura Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, baru-baru ini. Diharapkan pada tahun 2013 mendatang produksi jeruk garut akan mencapai 50 juta ton. Jumlah tersebut dengan asumsi satu pohon jeruk paling sedikit menghasilkan 50 kilogram. Sri membenarkan, bahwa Indonesia saat ini tengah diserbu oleh jeruk orange impor yang pemasarannya sudah mencapai pelosok daerah di Indonesia. Melalui program penanaman satu juta tanaman jeruk ini, diharapkan dapat mengurangi jeruk impor yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Jeruk garut adalah salah satu varietas jeruk keprok yang bisa berwarna orange. Kita berharap, jeruk garut dapat melawan jeruk impor, apalagi ada beberapa varietas lain yang telah disiapkan selain jeruk garut, katanya. Dia juga menyebutkan, bahwa sampai saat ini pemerintah pusat terus mengucurkan bantuan benih jeruk keprok kepada para petani di Kabupaten Garut. Pada tahun 2009 lalu, pemerintah telah memberikan bantuan bibit sebanyak 48 ribu. Kemudian tahun 2010 pemerintah juga memberikan bantuan sebanyak 12 ribu, untuk tahun 2011, pihaknya masih menunggu hasil evaluasi untuk menentukan berapa besar bantuan bibit jeruk yang akan diberikan ke Kabupaten Garut. Meski sudah mencapai satu juta pohon, jika memang lahannya ada, kita akan tetap memberikan bantuan bibit kepada para petani untuk melawan jeruk impor, Indonesia kini tengah diserbu jeruk orange impor. Bahkan pemasaran jeruk tersebut sudah mencapai pelosok daerah di belahan Indonesia, tegasnya. Sri mengatakan, bahwa hambatan yang dihadapinya saat ini tak lain sulitnya mencari lahan dalam satu hamparan tanah untuk penanaman jeruk garut. Saat ini, penanaman jeruk garut dilakukan di atas lahan terbatas dan terpisah-pisah, sehingga dapat menyulitkan pemerintah untuk melakukan penanganan secara menyeluruh.

Menanti Kebangkitan Jeruk Garut

Keunggulan jeruk keprok garut adalah aromanya yang wangi dan rasanya yang manis. Daging buahnya tebal dan berair banyak memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. 

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 760 Tahun 1999, tanaman tersebut ditetapkan sebagai varietas unggulan khas Garut. Jeruk itu pernah mengalami masa keemasan pada 1980-an. Saat itu terdapat 1,3 juta pohon dalam lahan seluas 2.600 hektar dengan produksi sekitar 26.000 ton pertahun. Namun, tahun 1990-an, populasinya merosot tajam dan menyisahkan 52.000 pohon akibat serangan penyakit CVPD.

Pencanangan penanaman satu juta pohon selama tahun 2007-2012 adalah bagian dari upaya mengembalikan kejayaan jeruk Garut. Program itu merupakan kerja sama Pemerintah Kabupaten Garut dan Departemen Pertanian. Dana yang dianggarkan sebanyak Rp 600 juta dari APBN.

"Dana itu akan dipakai untuk pengadaan mata tempel (benih) yang diberikan langsung kepada 25 kelompok petani jeruk," kata Kepala Bidang Hortikultura Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut Tatang Hidayat.

Menurut hitungan Tatang, keuntungan bertanam jeruk garut cukup menggiurkan. Untuk 500 pohon dengan lahan 0,5 hektar, biaya produksi hingga berbuah pada tahun ketiga diperkirakan Rp 96 juta. Jika satu pohon menghasilkan 20 kilogram dan harga jual Rp 12.500 per kilogram, total pendapatan sebesar Rp 125 juta. Berarti, keuntungan bersih sekitar Rp 29 juta. Meski menguntungkan, Masriah (45), petani jeruk di Kampung Bojong, Desa Situsari, Kecamatan Karangpawitan, mengatakan, perawatan tanaman jeruk garut butuh kesabaran tinggi dan harus dilakukan secara rutin. Lagi pula, biaya merawat tanaman jeruk keprok dalam setiap hektar bisa lebih mahal dua kali lipat dari tanaman padi. Hal itu membuat banyak petani menyerah.

"Setiap bulan, minimal harus menghabiskan Rp 500.000 untuk sekali semprot hama. Kalau musim hujan begini harus lebih sering lagi. Ongkos untuk hama dan pupuk dalam sebulan bisa menghabiskan Rp 1 juta," ujar Masriah. Mahalnya biaya perawatan membuat dirinya lebih memilih menanam jeruk siam. Produksi jeruk garut hanya seperempat dari total produksi jeruk siam setiap pohon.

Kini terdapat 225.000 pohon jeruk di Kabupaten Garut dengan potensi produksi 45.600 ton. Sekitar 33 persen jeruk garut dan 67 persen jeruk siam dan jenis lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code